Rabu, 23 Maret 2016

SEJARAH BERDIRINYA POS PARMINGGUAN HKBP SEKADAU DAN PERSIAPAN UNTUK JADI JEMAAT PENUH (HURIA NA GOK)

Diawali dengan tekad untuk merubah nasib perekonomian ke tanah Kalimantan (BORNEO), dimana karena begitu sulitnya perekonomian di Tapanuli. Banyak orang Batak yang merantau meninggalkan kampung halamannya dengan  tujuan mencari pekerjaan ke negeri orang. Dengan modal keberanian dan “kebatakannya” berangkat ke tanah Kalimantan Barat mengadu nasib mencari kerja. Sampailah ke suatu daerah yang bernama Sekadau. Penuh dengan perjuangan hidup orang Batak yang telah meninggalkan kampung halamannya mencari pekerjaan dan juga mencari orang Batak yang telah lebih dahulu berada di Kalimantan Barat, khususnya di Sekadau.Orang Batak yang merantau ke Kalimantan adalah mayoritas warga jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan dari kampung halamanya. Namun karena gereja HKBP tidak ditemukan di daerah Sekadau, banyak orang Batak yang ibadah ke gereja yang ada di Sekadau dengan pemikiran yang penting biasa ibadah dan ada juga yang tidak ibadah ke gereja.
Di daerah Sanggau yang jaraknya kurang lebih 50-an Km ada gereja HKBP, kemudian sebagian mendaftarkan diri sebagai jemaat di HKBP Sanggau. Karena melihat jarak yang begitu lumayan jauhnya kebanyakan yang mengikuti ibadah setiap hari minggunya sekali-sekali ke Sanggau. Ada yang ibadah di gereja terdekat di Sekadau sebagai simpatisan.
Pada tahun 2003, karena berlakunya sistem otonomi daerah maka mekarlah Sekadau mejadi Kabupaten yang baru, pisah dari Kabupaten Sanggau. Dengan terbentukanya Sekadau menjadi Kabupaten timbullah keinginan dari orang Batak yang  sudah terdaftar menjadi warga jemaat di HKBP Sanggau dan juga yang belum terdaftar untuk mendirikan gereja HKBP di daerah Sekadau. Keinginan itu akhirnya didukung oleh gereja HKBP Sanggau Kapuas.
Pada tahun 2005, mulailah diadakan “Partangiang” (Pertemuan doa) setiap tiga bulan sekali di rumah-rumah yang dilayani langsung oleh Pendeta HKBP Ressort dan Sintua (Penatua) Ressort Sanggau Kapuas. Walaupun rutin setiap tiga bulan sekali berjalan jadwal partangiangan banyak juga kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Hal ini berlangsung selama kurang lebih lima tahun.
Dengan menghadapi beragam pergumulan, dan seriring dengan bertambahnya jemaat HKBP yang berdomisili di daerah Sekadau, pada tahun 2010 gereja HKBP Sanggau melalui Pdt. Ir. P. Hutasoit, M.Div mengeluarkan SK Pembentukan Panitia Pembangunan Gereja HKBP Sekadau. Terpilihlah bapak E. Silaban, S.T menjadi Ketua Panitia Pembangunan.
Pada tanggal 28 Maret 2010 dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Pdt. Ir. P. Hutasoit, M.Div di sebidang tanah yang di sumbangkan oleh Kel. Bapak T. Nainggolan, SH, MKn di jalan Rawak Sekadau. Peletakan batu pertama itu dihadiri oleh seluruh jemaat HKBP Sekadau, Bupati Sekadau bapak Simon Petrus, Ketua BAMAG Kab. Sekadau, Perwakilan Jemaat HKBP Sanggau, HKBP Balai Karangan, HKBP Gunug Meliau, HKBP Parindu, HKBP Sosok, HKBP Sintang, HKBP Nanga Pinoh dan gereja-gereja sahabat yang ada di sekitar wilayah Kabupaten Sekadau. Dan pada saat itu juga dilaksanakan acara ibadah Baptisan Kudus (tardidi) kepada seorang anak yang bernama Valentino Sitanggang, anak dari bapak Sitanggang/ br. Tambunan. Dengan demikian resmilah terbentuk jemaat HKBP Sekadau. Namun jemaat HKBP Sekadau menghadapi suatu pergumulan yang tidak dapat dihindari bahwa pembangunan gereja HKBP Sekadau harus pindah tempat dari jalan Rawak Sekadau. Dengan keteguhan iman dan kesatuan jemaat HKBP Sekadau, tetap mengandalkan Tuhan untuk melancarkan setiap rencana pendirian gereja HKBP di Sekadau.
Dalam perkembangan selanjutnya, dengan kesatuan dan keyakinan kepada Tuhan Yesus Kristus warga jemaat dikuatkan dan diberikan sukacita dimana Panitia Pembangunan dengan dana yang ada dan sumbangan dari bapak T. Nainggolan, SH. Mkn membeli sebidang tanah yang berlokasi di jalan Sintang Km 6. Lambatlaun akhirnya Panitia Pembangunan menyelesaikan pembelian tanah gereja tersebut dan dilanjutkan dengan pengecoran beton jalan akses ke gereja dan cor beton batas tanah gereja. Seiring dengan berlangsungnya proses pembangunan gereja, Ibadah Minggu secara rutin dimulai pada tanggal 11 April 2010 di rumah bapak E. Silaban, ST di jalan Sintang yang dilayani oleh Pdt. Ir. P. Hutasoit, M.Div selaku Pendeta HKBP Ressort Sanggau Kapuas. Para Sintua (penatua) pertama di HKBP Sekadau adalah St. Drs. S. Simanjuntak; St. K. Sinambela dan St. M. Simanullang dan jemaat yang tetap pada saat itu sekitar 15 Kepala Keluarga.
Pada tanggal 14 April 2014, HKBP Sekadau melaksanakan pelayanan pemberkatan nikah yang pertama sekali yang dilayani oleh Pdt.Hotbin FW. Sitanggang, S.Th yaitu pemberkatan nikah Dompak Binsar Parlindungan Hutapea dengan Fatmawati br. Hutahaean yang dilaksanakan di gedung Ketak Ketik karena alasan gedung gereja yang tidak mampu menampung para undanagan. Jemaat HKBP Sekadau kembali menghadapi pergumulan dalam proses pembangunan gedung gereja HKBP Sekadau, karena kondisi tanah adalah rawa dan kurang kokohnya pondasi bangunan gedung gereja pun turun dan rusak. Kesatuan jemaat HKBP Sekadau kembali diuji. Namun Tuhan baik dan tetap setia menyertai dan memberikan pengharapan kepada seluruh jemaat HKBP Sekadau dan diberikan semangat yang pantang menyerah untuk memwujudkan gereja HKBP Sekadau.
          Pada tanggal 28 Agustus 2011, jemaat HKBP Sekadau menyewa sebuah ruko di jalan Merdeka Barat Km. 1 untuk tempat ibadah setiap Minggu. Dan pada tahun itu juga di bentuklah Panitia Pembangunan yang baru yakni bapak M. G. Hutapea sebagai Ketua Pembangunan yang bertugas untuk melaksanakan kelanjutan pembangunan gedung gereja HKBP Sekadau. Dengan adanya dana bantuan dari Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sekadau dan dana jemaat HKBP Sekadau serta sumbangan dari jemaat HKBP yang diluar Sekadau dan sumbangan para donator. Berkat penyertaan Tuhan, proses pembangunan gedung gereja dapat dilaksanakan. Dengan modal dana sebesar 5o juta yang merupakan dana bantuan dari Pemerintah Kabupaten Sekadau, dan juga dukungan dari bapak Myokang yang mau membantu untuk mendahulukan pengerjaan pembangunan gedung gereja HKBP Sekadau dengan perjanjian bahwa kekurangan dana akan diselesaikan apabila dana sudah tersedia. Selama proses pembangunan gedung gereja ibadah rutin dilaksanakan di ruko setiap minggunya.
Pada tahap pertama Panitia pembangunan menyelesaikan pembangunan gedung gereja dengan ukuran 8x12 meter dan teras gereja. Tanggal 26 Agustus 2012 resmilah kegiatan ibadah Minggu yang pertama sekali di gedung gereja yang baru dibangun sekaligus diadakan pentahbisan penatua HKBP Sekadau yaitu St. A. Samosir dan St. ME. Sihombing.
Pada tanggal 6 Januari 2013, untuk pertama sekalinya HKBP Sekadau melaksanakan Naik Sidi (Peneguhan Iman) kepada Debora Lasma Julita Larasati Simanjuntak, Tiurmina Tambunan, Robbu Oloan Tambunan, Daud Tambunan, Irfan Arief Swandi Lubis, Riska Helvia Nainggolan dan Novia Udur Selvionita Simatupang. Atas kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus Raja Gereja jemaat HKBP Sekadau pada akhir tahun 2013 dapat menyelesaikan kewajiban pelunasan atas kekurangan dana pembangunan gedung gereja tahap pertama kepada bapak Myokang. Pada tahap kedua Panitia Pembangunan dieri tugas untuk melanjutkan pembangunan gedung gereja dengan penambahan gedung gereja seluas 3x8 meter, ruang parhobasan (konsistori) seluas 3x8 meter, jalan beratap akses untuk ke kamar mandi 2x5 meter dan pemasangan porselen. Puji Tuhan, gedung gereja HKBP Sekadau telah berdiri. Saat ini gedung gereja HKBP Sekadau sudah memadai untuk menampun jemaat yang melaksanakan ibadah setiap Minggunya, dan para penatua juga sudah memiliki ruangan untuk persiapan pelayanan (parhobasan). Dan saat ini jumlah jemaat tetap ada sekitar 25 Kepala Keluarga dan ada beberapa jemaat simpatisan (jemaat HKBP dari luar daerah yang bekerja di daerah Sekadau).
Jemaat HKBP Sekadau saat ini  yang terdaftar di Kantor Pusat HKBP di Pearaja adalah Parmingguon atau Pos Pelayanan. Dengan rasa syukur kepada Tuhan kita Yesus Kristus, jemaat HKBP Sekadau sehati, sepikir berkerinduan dalam proses selanjuntnya berkeinginan diresmikan untuk menjadi JEMAAT PENUH atau HURIA NA GOK. Rencana ini pada akhirnya disambut baik oleh Pdt. Hotbin FW. Sitanggang, S.Th dan pada tanggal 8 Nopember 2015 diadakan rapat jemaat (rapot Huria) untuk membentuk Panitia Peresmian Gereja HKBP Sekadau menjadi HURIA NA GOK. Terpilihlah bapak M. G. Hutapea sebagai Ketua dan resmi dikukuhkan dengan SK Pendeta Ressort Sanggau Kapuas tanggal 14 Nopember 2015. Peresmian HKBP Sekadau menjadi Huria Na Gok direncanakan pada hari Minggu tanggal 24 April 2016.
Memasuki awal tahun 2016 HKBP Sekadau melakukan persiapan yang matang untuk peresmian menjadi Huria Na Gok. Pada tanggal 8 Februari 2016, HKBP Sekadau menerima kehadiran seorang pendeta, yaitu Pdt. Aris Suhendro Panjaitan, S.Th yang akan melayani di HKBP Sekadau untuk sementara waktu membantu proses persiapan peresmian HKBP Sekadau menjadi Huria Na Gok.

Parhalado HKBP Sekadau Ressort Sanggau Kapuas saat ini adalah:
·         Pdt. Aris Suhendro Panjaitan, S.Th               Pendeta Huria
·         St. Drs. S. Simanjuntak                               Pimpinan Jemaat
·         St. K. Sinambela
·         St. M. Simanullang
·         St. A. Samosir
·         St. ME. Sihobing
·         CSt. C. Simbolon
·         St. Silalahi                                                  Sintua HKBP di Jakarta

Dengan rasa syukur kepada Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja, HKBP Sekadau dapat berjuang dari memulai membuka Partangiangan, Parmingguon dan jika Tuhan berkehendak HKBP Sekadau menjadi Jemaat Penuh. Tuhan Yesus memberkati.

Salam,

Pdt. Aris Suhendro Panjaitan, S.Th

Selasa, 22 Maret 2016

POS PELAYANAN HKBP TOBA-TERAJU KALIMANTAN BARAT

 Suku Batak terkenal dengan "Perantau", kemana pun kita pergi, ke pelosok-pelosok pun pasti ada aja orang Batak. Ada hal yang unik dari kehidupan orang Batak yang merantau, yaitu kemana pun orang Batak pergi, gerejanya pasti dibawa. Karena sudah banyak orang Batak yang menetap di tanah perantauan termasuklah Kalimantan Barat. Dan banyak juga orang Batak yang mencari jati dirinya dengan mencari gereja tempat beribadah.Karena sulitnya menemukan gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), maka banyak orang Batak yang tidak melakukan Ibadah di gereja tiap minggunya. Ada juga yang ibadah di gereja lain yang penting ada gereja apapun itu namanya.
Pada tahun 2012 melalui kantor pusat HKBP saya (Aris Suhendro Panjaitan) di tempatkan di Kalimantan Barat, tepatnya di HKBP Gunung Meliau Ressort Sanggau sebagai calon Pendeta LPP 1. Dan berkenalan dengan seorang bapak yang bekerja di PKS PTPN XIII sebagai mandor tehnik (Alm. B. Sinurat) menceritakan bahwa ada daerah di Kalimantan Barat ini yang bernama TOBA. Yang mana menurut ceritanya bahwa kata TOBA itu yang membuat adalah orang Batak marganya Simbolon (Camat di Kec. Toba-Teraju) dimana alasannya adalah bahwa suku Dayak yang berdiam di daerah Piasak sampai Teraju adalah suku Dayak TOBAK dan BANYUKE (daerah Kec. Toba-Teraju sekitar 60 Km ke Gunung Meliau). Sehingga disingkatlah dua suku Dayak tersebut menjadi TOBA. Dengan rasa penasaran dengan daerah TOBA ini, maka tahun 2013 langsung meninjau ke daerah Toba tersebut. Ternyata, di daerah Toba itu sudah banyak juga orang Batak yang berdomisili. Dengan keyakinan dan kerinduan, ada keinginan untuk merintis membuka Pelayanan Injil ke daerah Toba, yaitu mendirikan Pos Pelayanan HKBP Toba. Namun sampai di tahbiskan menjadi Pendeta pada Mei 2014, keinginan untuk mendirikan Pos Pelayanan di Kecamatan Toba-Teraju tidak terealisasi.
Puji Tuhan, pada tanggal 6 Desember 2015, diawali dengan adanya arisan kumpulan kampung "DOS NI ROHA" Kec. Toba-Teraju di tempat kediaman Kel. bapak Icha Manalu/ br. Panjaitan Modang, maka diutarakanlah kerinduan untuk mendirikan gereja HKBP TOBA karena nama TOBA dengan membuka Pos Pelayanan dulu. Dengan antusias banyak dari anggota kumpulan Dos Ni Roha yang merespon menyatakan setuju untuk didirikan Pos Pelayanan Injil HKBP TOBA. disepakatilah pada pertemuan itu untuk dilaksanakan Pertemuan Doa Keluargalah dulu sekali sebulan. Disepakatilah pertemuan doa sekali sebulan, untuk bulan Januari 2016 di rumah Kel. bapak Nadeak (11 Desember 2015) sekaligus untuk menindaklanjuti pembicaraan tanggal 6 Desember 2015, yang melayani di pertemuan doa itu adalah Pdt. Hotbin FW. Sitanggang, S.Th (Pengkhotbah); Pdt. Aris Suhendro Panjaitan, S.Th (Liturgis/ Paragenda); beserta bapak H.S. Manalu (Op. Christian) dan bapak Christian (anak dari bapak H. S. Manalu). dalam pertemuan doa yang pertama kali itu disepakatilah bahwa akan diadakan perayaan Natal "Halak Batak Kec. Toba-Teraju" pada tanggal 28 Desember 2015 bertempat di Gereja KGBI Kalvari Mangkup. yang melayani pada saat itu adalah Pdt. Hotbin FW. Sitanggang, S.Th (Pengkhotbah); Pdt. Aris Suhendro Panjaitan, S.Th, beserta bapak A. Siregar, bapak J. Silaban dan Welcome Pakpahan (organis).
Rutinlah dilaksanakan pertemuan doa sekali sebulan, pada tanggal 14 Januari 2016 dilaksanakan pertemuan doa di tempat kediaman Kel. bapak Agung Tampubolon, dan yang melayani adalah Pdt. Hotbin FW. Sitanggang, S.Th (Pengkhotbah); Pdt. Aris Suhendro Panjaitan, S.Th (Liturgis/ Paragenda); beserta bapak A. Siregar. Ada permintaan bahwa mereka membutuhkan BIBEL dan BUKU ENDE dalam mengikuti kebaktian. Akhirnya Pdt. Aris Suhendro Panjaitan menghubungi Pdt. Ir. B. Silaban (Kabid. Marturia Distrik XXVIII Deboskab) di Bogor, puji Tuhan tanpa diduga bahwa Pdt. Silaban merespon baik, dan menyanggupi untuk mengirim 50 Ex. Bible dan Buku Ende. Pada 20 Februari 2016, secara langsung Pdt. Silaban datang ke Pos Pelayanan HKBP TOBA dalam pertemuan doa yang dilayani oleh Pdt. Hotbin FW. Sitanggang, S.Th (Pengkhotbah); Pdt. Aris Suhendro Panjaitan, S.Th (Liturgis/ Paragenda); beserta bapak H.S. Manalu (Op. Christian) dan bapak Christian (anak dari bapak H. S. Manalu), sekaligus menyerahkan Bibel dan buku Ende, di tempat kediaman Ny. Silitonga br. Simanjuntak.
Pada tanggal 20 Maret 2016, dilaksanakan Ibadah Minggu untuk pertama kalinya dan sekaligus perjamuan kudus yang dilayani oleh Pdt. Hotbin FW. Sitanggang, S.Th, dengan demikan bahwa pada hari itu juga resmilah Pos Pelayanan Injil HKBP TOBA dengan jumlah jemaat sementara sebanyak 13 Kepala Keluarga, 58 jiwa yang telah terdaftar.

Tuhan Yesus Memberkati.
Salam,


Pdt. Aris Suhendro Panjaitan, S.Th

Senin, 21 Maret 2016

HAKIKAT DAN TANGUNGJAWAB KELUARGA

1. Pendahuluan
Keluarga adalah lembaga yang tertua di dunia. Alkitab menyaksikan bahwa Allah sendirilah yang membentuk manusia menjadi satu keluarga. Kemudian Allah memberi ketentuan atau peraturan yang akan ditaati oleh setiap anggota keluarga, sekaligus memperingatkan mereka untuk tidak melanggar ketentuan tersebut (Kej 2: 24; Efs 5: 22-23; 6: 1-4). Selain itu, keluarga juga dianggap sebagai sentrum kehidupan manusia; dalam aktifitas sehari-hari setiap orang berangkat dari keluarga dan kembali kepada keluarga dan bersedia bekerja keras juga demi keluarga.
Menurut Soemadi Tjiptojoewono, setiap orang juga mulai belajar  dari lingkungan keluarga,  dan keluargalah yang pertama menikmati jika seseorang itu berhasil dalam hidupnya. Demikian sebaliknya, keluarga jugalah yang paling menderita dan malu, apabila seseorang dari anggota keluarganya melakukan perbuatan yang tidak baik[1].
Pembentukan keluarga yang terjadi lewat perkawinan memiliki fungsi-fungsi tertentu; ada fungsi reproduksi, fungsi penanaman nilai-nilai, iman kepercayaan, dan fungsi sosial; hal ini adalah sebagai bagian dari komunitas masyarakat. Demi kelangsungan sebuah keluarga, maka masing-masing keluarga hendaklah mengetahui dan memahami hakikat yang sesungguhnya dari keluarga, serta mengetahui kedudukan, serta hak dan tanggungjawabnya masing-masing, baik dalam hubungannya dengan sesama anggota keluarga juga bagi lingkungannya maupun gereja, bangsa dan negara dan bahkan juga kepada Tuhan sendiri.
2.   Pengertian Dan  Hakekat Keluarga.
a.   Pengertian Secara Umum.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa keluarga adalah unit sosial terkecil di dalam masyarakat, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Tetapi  Craig Dykstra,  sebagaimana dikutip oleh Thomson menyatakan: Keluarga adalah kelompok orang dengan siapa kita berhubungan, baik sebagai orang tua, anak-anak, atau keturunan hasil perkawinan atau adopsi[2]. Sedangkan menurut James Starhan, keluarga adalah kelompok sosial, yaitu suatu hasil dari proses sosial di dalam masyarakat dan merupakan unsur terkecil dalam pembentukan masyarakat[3].
Dari pengertian di atas, maka pengertian keluarga secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu[4]:
1)      Keluarga batih/inti (nuklear family), yaitu kelompok yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum memisahkan diri dari keluarga.
2)      Keluarga besar (great family), yaitu kelompok kekerabatan yang berdasarkan garis keturunan, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak (baik hasil perkawinan atau yang diadopsi), mertua, menantu, cucu, cicit dan sebagianya.
3)      Keluarga yang diperluas (Extended family), yaitu kolega, guru, anak didik, organisasi dan sebagainya.
Namun dalam tulisan ini yang mendapat sorotan dibatasi pada keluarga batih atau keluarga inti.
b.   Dari Sudut Teologis (Alkitab).
Dalam Alkitab, keluarga yang diawali oleh perkawinan, disebut dengan persekutuan yang dipersekutukan oleh Allah, dan  yang tidak dapat diceraikan (dipisahkan) oleh manusia, kecuali karena kematian dan zinah (Kej 1: 27-28; Mat 19: 5-9)[5]. Di dalam PL, pengertian keluarga dihubungkan dengan seluruh anggota keluarga, baik dari masa lalu hingga masa kini; yang masih hidup dan yang sudah mati. Hal tersebut dapat digambarkan dalam garis keturunan.
Dalam PL, istilah yang menunjuk keluarga adalah syebet artinya suku, mispakha artinya kaum, dan bayit artinya keluarga (Yos 7: 16-18). Dalam PB, istilah yang menunjuk pada keluarga adalah patria, menekankan asal-usul keluarga dan lebih menunjuk pada bapak leluhurnya (Luk 2: 4; Kis 3: 25). Istilah oikoV  dan oikia, yang berarti rumahtangga, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, juga para hamba, budak, pelayan dan sesama (Mat 21: 33 ff; Kis 10: 7)[6].
Dalam hal ini William Sheek, sebagaimana dikutip Thompson  menyampaikan suatu defenisi tentang keluarga dalam kerangka iman, yakni: “Sebagai saudara dalam keluarga Allah, kita menerima setiap orang sebagai keluarga tanpa membeda-bedakan, baik mereka yang dihubungkan dengan hasil perkawinan, yang diadopsi, mereka yang bujangan serta mereka yang hidup menyendiri atau dengan orang yang memilih menjadi anggota keluarga lain di luar keluarga mereka sendiri”[7].
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa keluarga merupakan pemberian Tuhan, dan Dia sendirilah sebagai pusat atau kepala keluarga melalui Anak-Nya Yesus Kristus (Efs 5: 23), dan kita sendirilah (anggota keluarga) sebagai anak-Nya yang menjadi saudara-saudari (bersaudara) di dalam Kristus (Familia Dei).
c.   Hakikat Keluarga
Hakikat keluarga adalah kesatuan dari semua anggota keluarga dimana ayah, ibu dan anak-anak dipersatukan di dalam persekutuan yang sesungguhnya. Masing-masing anggota keluarga merasakan bahwa mereka adalah bagian integral (yang  utuh dan tak terpisahkan) satu sama lain; dan masing-masing mempunyai tanggungjawab demi keutuhan keluarga itu sendiri[8]. Keluarga merupakan konteks pembentukan pribadi seseorang, namun setiap orang yang telah dibentuk dalam keluarga juga dapat dipengaruhi oleh lingkungannya, misalnya lingkungan sekolah, teman bermain, tempat bekerja, gereja, kelompok masyarakat, kebudayaan, dll[9]
Khusus bagi keluarga Kristen, semua anggota keluarga harus disucikan dan dikuasai oleh Yesus Kristus, sehingga keluarga itu menjadi taat dan bertumbuh di dalam tangan Tuhan, yaitu sebagai pribadi yang luhur. Dengan demikian segala gerak-gerik mereka akan ditentukan oleh kepercayaan dan pengalaman kekristenan mereka di dalam Tuhan.
Sebuah  keluarga tidak terlepas dari kehidupan persekutuan yang lebih luas, yakni gareja dan masyarakat. Gereja adalah kumpulan dari berbagai keluarga Kristen, yang dipersatukan di dalam tubuh Kristus (I Kor 10: 16-17). Keluarga sebagai anggota tubuh Kristus terbuka kepada keluarga lainnya dengan saling menghargai dan mengasihi di antara mereka. Dengan demikian sebagai anggota persekutuan gereja, maka setiap keluarga harus sadar akan tugas dan panggilannya di tengah-tengah persekutuan, yaitu dengan meneladani pekerjaan dari Tuhan Yesus sebagai kepala jemaat (Mat 25: 31-46).
Selain itu, keluarga juga tidak terlepas dari ikatan hidup bersama anggota masyarakat lainnya. Untuk itu setiap keluarga Kristen seharusnya menjadi “garam” dan “terang” di tengah-tengah masyarakat; ikut serta menaati peraturan yang ditetapkan oleh masyarakat melalui para pemimpin atau pemerintah (Rom 13: 1-7). Sebab sikap dan perilaku setiap anggota keluarga dalam masyarakat adalah mencerminkan keadaan keluarga tersebut di hadapan Tuhan.
3.   Tangungjawab Masing-masing Anggota Keluarga
a.   Tangungjawab Orang Tua (Ayah Dan Ibu)
Secara umum tugas dan tanggungjawab orang tua (ayah dan ibu) di dalam keluarga, menurut J. Verkuyl ada tiga hal, yakni:[10]
1).  Mengurus keperluan jasmani anak-anak
Salah satu tugas orang tua yang paling mendasar adalah mengurus keperluan jasmani anaknya. Orang tua bertugas memperhatikan kebutuhan fisik anak-anaknya seperti memberi makan, pakaian, tempat tinggal, dll.
2).  Menciptakan suasana at home bagi anak-anak
Setiap orang senantiasa berusaha menciptakan suasana kemesraan, kasih sayang, keramahtamaan dan keamanan bagi keluarga khususnya bagi anak-anak.
3).  Penyelenggara Pendidikan bagi anak-anak
Mendidik anak-anak ke jalan yang benar, baik melalui pendidikan jasmani dan rohani. Yang paling pokok dalam hal ini adalah paidia kuriou, artinya pendidikan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus dengan perantaraan orang tua. Ayah dan ibu mengajar dan mendidik anak-anak di bawah pimpinan dan pengawasan Tuhan sesuai dengan Firman-Nya, agar anak-anak tersebut kelak menjadi pengikut Kristus (bnd. Rom 8: 29; I Kor 15: 29, Efs 5: 22-25)
Menurut Andar Ismail, orang tua mempunyai tugas dan tangungjawab rangkap, yaitu sebagai guru dan sekaligus sebagai imam di dalam keluarga. Dalam hal ini tugas orang tua adalah mendidik anak-anaknya melalui pekerjaan, ucapan (oral), perbuatan (action) dan hidup keteladanan (spiritualitas)[11]. Secara khusus tangungjawab seorang ayah  selain bertindak sebagai kepala rumah tangga, juga bertanggungjawab mencari nafkah untuk seluruh anggota keluarga, membimbing dan mengarahkan serta melindungi keluarganya, serta berusaha menciptakan suasana kedamaian dan hidup bersama di dalam keluarga.Sedangkan seorang ibu, selain sebagai pendamping suami dalam tugas tersebut di atas, juga bertugas dan bertanggungjawab untuk mengasuh dan membesarkan anak-anak, memberi nasehat dan menghibur setiap anggota keluarga. Selain itu, seorang ibu juga bertugas untuk mengatur keuangan keluarga dan ikut serta menjaga ketenteraman dalam keluarga[12].
Dengan melaksanakan tugas dan tanggungjawab tersebut di atas, maka orang tua telah melaksanakan dan merealisasikan tugas dan tanggungjawab (mandat) yang diberikan Allah sesuai dengan Firman-Nya.
b.   Tanggungjawab anak.
Kewajiban dan tangungjawab seorang anak adalah menaati dan menghormati orang tua. Menghormati dapat direalisasikan dengan berbagai cara, misalnya dengan mengakui dan menghargai wibawa orang tua, mengakui bahwa mereka (orang tua) telah ditugaskan Allah untuk mendidik setiap anak dalam keluarga; mendengarkan dan melihat motivasi positif di balik nasihat dan larangan orang tua, mengakui dan memaklumi kelemahan dan kekurangan mereka, sekaligus mengakui keunggulan (dalam bidang pengalaman) mereka dan sebagainya[13]. Dengan melakukan hal-hal tersebut di atas, maka seorang anak juga telah melaksanakan dan merealisasikan  Hukum Tuhan, Hormatilah ayah dan ibumu, supaya engkau berbahagia dan lanjud umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu kepadamu (Kel 20: 12).
4.   Masalah Dan Alternatif Pemacahan Masalah Dalam Keluarga
a.   Masalah-masalah
Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, setiap keluarga selalu diperhadapkan dengan tantangan dan hambatan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar keluarga itu sendiri. Beberapa di antaranya adalah:
1).  Kurangnya komunikasi dalam keluarga.
Hal ini sering terjadi karena setiap anggota keluarga sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berkumpul bersama, sebab masih banyak keluarga yang sama-sama kerja namun tidak bekerjasama. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan disharmoni dalam keluarga, dan bahkan sangat berpotensi menimbulkan keretakan dan perpecahan dalam keluarga.
2).  Pembagian peranan dalam keluarga yang tidak seimbang.
Di dalam keluarga pada umumnya ibu ditempatkan untuk mengurus anak. Apabila si anak menjadi “nakal/pemberontak”, maka Si-ibulah yang paling sering dipersalahkan.  Akan tetapi jika si anak sukses, seperti menjadi “sang juara”, maka biasanya sang ayah-lah  yang akan dipuji (“anak siapa dulu dong…!”). Di sini tampak seolah-olah tanggung jawab mengurus anak dan rumah tangga hanyalah menjadi tanggungjawab ibu, sementara ayah tidak (kecuali jika anak berhasil). Sebenarnya si anak akan bertumbuh dengan baik, jika ayah maupun ibu secara bersama-sama bertanggungjawab terhadap pendidikan dan pembentukan karakter dan kepribadian anak di dalam keluarga.
3).  Kurangnya Spiritualitas Keluarga.
Hal ini diakibatkan oleh kurangnya penghayatan terhadap iman, dimana Yesus Kristus sebagai sumber kehidupan. Masing-masing anggota keluarga mempunyai kesibukannya sendiri, akibatnya keluarga tersebut tindak pernah melakukan doa bersama, mengikuti kebaktian secara bersama-sama. Padahal Allah sendirilah sumber dari segala yang baik dan bukan hanya atas dasar usaha manusia (Rom 11: 36).
4).  Masalah Ekonomi.
Keluarga yang tidak memiliki pendapatan yang menetap, juga dapat menimbulkan keretakan dalam keluarga. Demikian juga bila orang tua tidak dapat mengatur keuangan, khususnya dalam hal pengeluaran. Hal ini juga berpotensi menimbulkan konflik dalam keluarga. Masalah kesulitan ekonomi yang dihadapi keluarga juga sering untuk mendatangkan konflik di tengah-tengah keluarga. 
5).  Pengaruh dari lingkungan atau masyarakat.
Hal ini berhubungan dengan poin yang pertama, yakni apabila dalam keluarga tidak ada komunikasi yang baik, maka secara khusus bagi anak yang tidak mendapat perhatian dari orang tua, akan mudah terpengaruh oleh lingkungan yang buruk; seperti pengaruh narkoba, judi, minuman keras, kebebasan seksual, bahkan sampai dengan tindak kriminal.
6).  Pengaruh Perkembangan IPTEK.
Dengan hadirnya IPTEK yang telah memasuki seluruh sendi kehidupan masyarakat, juga dapat mempengaruhi setiap keluarga, baik orang tua  maupun anak-anak. Seperti berkurangnya nilai-nilai kemanusiaan; misalnya anggota keluarga disibukkan dengan informasi dari internet, VCD dan tempat-tempat hiburan lainnya, sehingga waktu untuk melakukan sharing, dialog dan pendidikan dalam keluarga menjadi berkurang dan bahkan sering terabaikan.
b.    Penanggulangan
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, maka ada beberapa langkah yang harus ditempuh:
1).   Setiap anggota keluarga harus saling terbuka dan saling memperhatikan. Dalam hal ini makna komunikasi dalam keluarga sangat besar peranannya.
2).   Perlu mengadakan persekutuan/kebaktian dalam keluarga, yang dilakukan dalam setiap harinya, kemudian dilanjudkan dengan sharing, merenungkan Firman Tuhan dan berdoa bersama. Pada kesempatan ini juga setiap permasalahan diselesaikan secara bijaksana dalam kasih dan penuh kekeluargaan. Selain itu satu keluarga juga perlu mengikuti kebaktian secara bersama-sama di gereja.
3).   Mengenai masalah ekonomi, setiap anggota keluarga perlu dengan terbuka untuk mencari jalan keluarnya. Orang tua hendaklah berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, seperti dengan membuat anggaran yang diperlukan untuk kelangsungan hidup keluarga. Selain itu setiap anak juga harus diajar untuk hidup sederhana dan menerima keadaan yang ada, jika perlu untuk mengencangkan ikat pinggang. Namun perlu diingat pola hidup sederhana, hemat, yang dimulai dari pihak orang tua, tentu sangat berpengaruh terhadap anak.
4).   Untuk mengatasi pengaruh lingkungan dan perkembangan IPTEK, maka orang tua perlu memberi waktu dan perhatian  yang cukup  pada setiap anak. Orang tua hendaklah berusaha untuk menciptakan suasana penuh kasih sayang di tengah-tengah keluarga. Orang tua perlu menerangkan apa akibat yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan IPTEK dan obat-obat terlarang bagi kehidupan manusia. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka setiap anak di dalam keluarga diharapkan akan dapat bertumbuh menjadi seorang yang dewasa  iman, yang tangguh dan yang tidak dapat diombang-ambingkan oleh roh-roh zaman.
5.   Kesimpulan
a.    Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, keluarga berfungsi sebagai tempat dan lingkungan pembelajaran yang pertama bagi setiap orang, baik yang berhubungan dengan pembentukan rohani, fisik dan emosi para anggota keluarga; bahkan guru yang pertama bagi setiap anak adalah orang tua.
b.    Setiap anggota keluarga harus benar-benar memahami kedudukannya serta apa yang menjadi hak dan kewajibannya (tangungjawabnya) di tengah-tengah keluarga, dan juga di luar keluarga itu sendiri. Sesuai dengan kesaksian Firman Allah, adapun peraturan Allah terhadap setiap anggota keluarga dapat diringkaskan sebagai berikut:
-        Peraturan Allah kepada anak, dalam hubungannya terhadap orang tua adalah:  ketaatan dan menghormati orang tua  (Kel 20: 12; Kol 3: 20).
-        Peraturan Allah kepada orang tua, dalam hal hubungannya terhadap anak adalah: mengasihi, menertibkan dan mendidik atau mengajar anak dalam terang Firman Tuhan (Ul 6: 6-9; Yos 24: 15.b; Efs 6: 4; Kol 3: 21; Ibr 10: 26-27,30-31; 12: 5-8).
-        Sedangkan peraturan Allah dalam hal hubungan antara suami dan istri adalah, Isteri harus tunduk kepada suami seperti kepada Tuhan (Efs 5: 22). Namun sebaliknya suami harus mengasihi isteri, sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat-Nya  dan telah menyerahkan diri-Nya (Efs 5: 25).
-    Peraturan Allah dalam hal hubungan antara sesama anak, adalah hidup rukun (Maz 133: 1-3).
c.   Dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab masing-masing, setiap anggota keluarga harus menyadari, bahwa tugas tersebut adalah mandat atau amanat yang datang  dari Tuhan Yesus, dan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Setiap anggota keluarga hendaklah melaksanakan fungsinya di tengah-tengah keluarga dengan rasa suka cita, tulus, murni, merdeka serta rela berkorban dan bukan dengan paksaan, sebagaimana teladan yang diberikan Yesus Kristus.
d.   Dalam keluarga, sebaiknya/perlu disediakan waktu bersama untuk berkumpul dan berkomunikasi di antara anggota-anggota keluarga. Waktu berkumpul ini adalah waktu untuk saling berbagi  rasa dan saling mendengarkan pengalaman-pengalaman hidup masing-masing anggota keluarga. Sekecil apapun cerita pengalaman seorang anggota keluarga akan menjadi indah jika hal itu diketahui bersama. Dan sebaliknya, seberat apapun permasalahan yang dialami salah satu anggota keluarga, akan terasa ringan jika ditanggung bersama. Waktu bersama itu dapat menjadi kesempatan untuk saling mengingatkan, menasehati dan saling menguatkan satu terhadap yang lain.
Syarat dari komunikasi yang baik adalah kesediaan untuk mendengar. Hal ini untuk sementara terasa sulit bagi orang yang tidak terbiasa, karena masih ada beberapa orang tua yang terbiasa berbicara dengan nada memberi komando, menasehati, menegur dengan kekerasan. Kesediaan ini mesti datang dari perasaan kasih, mengasihi antara seorang terhadap yang lain. Tanpa upaya mendengar ini, yang timbul adalah sikap acuh tak acuh, “mendengar” tetapi tidak mendengar.
Kesediaan mendengar dimulai dalam hubungan antara ayah dan ibu, anak dan orang tua, dan anak dengan sesama anak. Orang tua tidak perlu merasa berkuasa atas diri anak, dan karenanya  berhak mengatur  segala sesuatu dalam kehidupan si anak. Anak-anak juga perlu didengarkan, sebab  anak bukanlah robot yang dapat dibentuk dan digerakkan sekehendak hati orang tua. Pada akhirnya makna komunikasi yang dialogis dalam keluarga sangat berpotensi tumbuhnya suatu keluarga yang sehat dan bahagia.



[1] Soemadi Tjiptojoewono, Pengantar Pendidikan, (Surabaya: University Press IKIP, 1995), hlm. 225.
[2] Lih. M.L. Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, (Jakarta: BPK-GM, 2000),  hlm. 28.
[3] J. Strahan, “Family”, dalam Encyclopedia of Religion and Ethics, Vol V, J. Hasting (ed), (New York: Charles Scribner’s Sons, 1995),  hlm. 723.
[4] Band. A.G. Pringgodigdo (ed), Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1997),  hlm. 544.
[5] Bnd. G.Lindsay, Marriage, Divorce And Remmariage, Christian For The Nations, (USA: tp, 1976),  hlm. 12.
[6] D.W.B. Robinson, “Keluarga, Rumah Tangga”, dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I; J.D.    Douglas (ed), (Jakarta: YKPK, 1997), hlm. 536-539.
[7] Lih. M.L. Thompson, Op-Cit, hlm. 28.
[8] E.G.Homrighausen & I.H. Enklar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1995), hlm. 144-145.
[9] M.L. Thompson, Op-Cit, hlm. 11.
[10] J. Verkuyl, Etika Kristen: Seksuil, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia,  1993),  hlm. 174-189.
[11] Andar Ismail, Selamat Ribut Rukun, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1997), hlm. 90-92.
[12] J. Verkuyl, Op-Cit, hlm. 169-173.
[13] Ibid, hlm 190-197, bnd. Andar Ismail, Op-Cit,  hlm. 58-61.

ESKATOLOGI DALAM PERJANJIAN LAMA


I.          Pendahuluan
            Aspek esensial doktrin eskatolog ialah fakta futuristik, yaitu pengungkapan sejumlah peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang melalui nubuat pada masa yang lampau. Sebab itu nubuat Alkitab menjadi fokus dominan dalam penyelidikan dan pembahasan doktrin eskatologi.
            Dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu. Tuhan adalah Raja, raja yang besar mengatasi segala allah (Mzm 93:1; 95:3) adalah konsep dasar seluruh agama perjanjian lama (keluaran 15:18; Yes 43:15). Tetapi pemerintahan Allah ditentang dan dilawan. Iblis mengajak manusia untuk memberontak terhadap Allah (kej 3), bangsa-bangsa memuja berhala dan melakukan kejahatan (2 Raja 17:29) dan Israel sendiri mengalami kemunduran rohani dan mereka  dikalahkan oleh musuh-musuhnya. [1]
            Dari pertentangan-pertentangan ini timbullah keyakinan bahwa Allah pasti akan mempertahankan kuasaNya sebagai raja (Yes 2:1-5; Zef 3:15; Za 14:9-10) pada hari Tuhan yang akan datang (Mal 4:1-2). Hari itu dihubungkan dengan Mesias (Yes 4:2; 9:6-7; 11:1-2) Ia merupakan pemimpin yang besar seperti daud ( I Tawarik 17:11-14; Maz 72) dan melalui dia hari Tuhan akan datang dengan membawa penghukuman bagi bangsa-bangsa serta pembebasan bagi Israel (Mal 3:1).[2]

II.        Eskatologi Dalam Perjanjian Lama
            Perkataan atau istilah Eskatologi tidak ada disebutkan dan ditemukan dalam dalam dunia Perjanjian Lama. Tetapi hakekat tentang eskatologi memang sudah ada, yang dikenal dengan istilah Hari Tuhan ( יהוה יום ). Istilah יום diartikan dengan waktu yang sangat lama sekali, suatu musim tertentu dimana peristiwa luar biasa terjadi, seperti kemakmuran, kejayaan, dan bahkan suatu peristiwa yang merugikan yang mendatangkan bencana. Jadi dapat dikatakan bahwa Hari Tuhan bisa merupakan suatu hukuman dan rahmat/kesenangan.[3] Zaman Perjanjian Lama kepercayaan yang berkembang dan populer bagi Israel adalah tentang datangnya suatu hari ketika Allah secara dramatis campur tangan melepaskan umat-Nya dan berbagai ketakutan dan penindasan. Biasanya untuk memperingati peristiwa tersebut diadakan perayaan tahunan dengan mengadakan upacara korban, dengan harapan akan menjadi kemakmuran dan kemenangan Israel atas musuh. Dalam pertengahan abad ke-8 sM menyerukan bahwa kemakmuran yang diperoleh Israel adalah dengan pemerasan dan pelaksanaan agama palsu, dan ketikan hari tiba maka akan nyata dan itulah hari penghakiman (bnd. Am. 5:18-27).
            Menurut A. Lamorte dan G. F. Hawthorne ”Prophecy” dalam dictionary of teology bahwa nubuat dalam Perjanjian Lama dibagi dalam dibagi  tiga kategori penting. Pertama, nubuat tentang pembuangan bangsa Israel sebagai hukuman Allah terhadap dosa bangsa pilihan itu, namun Allah berjanji untuk memulihkan atau memulangkan bangsa tersebut setelah selesai periode pembuangan. Kedua, nubuat mesianik meliputi kedatangan seorang penebus Israel dan dunia (Yes 52:13-53:12; Mi 5:1-2). Ketiga, Nubuat eskatologis, yakni menunjuk pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di akhir zaman ketika Mesias datang kembali untuk mendirikan Kerajaan allah dibumi.
            Selanjutnya, nubuat dalam Perjanjian Lama dapat dibagi yaitu pertama, yang sudah di genapi meliputi pembuangan Israel ke Asyur 722 SM dan ke Babel 586 SM serta pemulangan kembali bangsa Israel ke tanah perjanjian. kedua, nubuat dalam proses penggenapan  yakni menyangkut restorasi negara israel modern menurut para nabi (9Yes 27:12-13; Yer 31:31; Yeh 37:21). Ketiga nubuat yang belum digenapi yaitu pemulihan secara total tanah palestina bagi bangsa Israel (Yes 27:12-13; Yer 31:1-5; Yeh 37:11-14, penghancuran musuh-musuh Israel, (Yes 17:1-3, Yer 30:11), pertobatan kolektif bangsa Israel Yeh 37:6,10).
            Perebutan Yerusalem (586 sM) dan pembuangan Israel Utara dipandang sebagai penggenapan nubuat Amos. Walau demikian, dibalik penghakiman yang diterima suatu hari, yakni pemulihan Israel dan pemerintahan YHWH akan dipulihkan/ditegakkan atas seluruh bumi (Yes. 40).[4]  Soedarmo[5] mengatakan יהוה יום  berisikan beberapa nubuat, yakni:
(1)   Hari Tuhan yang mendatangkan penghukuman.
(2)   Bangsa Israel bertobat dan Tuhan akan mengembalikan dari pembuangan.
(3)   Yerusalem akan dipulihkan dan Bait Allah akan dibangun kembali.
(4)   Sang Mesias akan datang dari keturuan Daud dan akan memegang pemerintahan yang kuat.
(5)   Akhir zaman akan datang kemudian.
            Sama seperti Amos, Yeremia (650 sM) menubuatkan bahwa kedatangan Hari Tuhan itu ditandai dengan masa-masa kehancuran Yehuda/Yerusalem, yakni: masa pemerintahan Raja Yosia (621 sM), masa pemerintahan Raja Yoyakim (608-597 sM dan 598 sM), masa pemerintahan Raja Zedekia (597 sM-kematiannya). Walaupun Hari Tuhan datang sebabai hukuman, namun Yeremia tetap yakin bahwa Allah tidak akan meninggalkan Israel. Ia tetap memberikan semangat bahwa akan ada keselamatan yang sesuai dengan recana Allah. Pengharapan itu berdasarkan pada kebaikan, kesetiaan dan keadilan Allah. Bukan rencana Allah namun rencana Allah akan membawa dalam terang. Nubuat-nubuat yang disampaikan Yeremia mengandung empat komponen, yaitu:
(a)          Dasar dari harapan adalah keyakinan atas kesetiaan dari kasih Allah (Yer. 29:5-9, 11).
(b)           Keselamatan eskatologis itu berlaku bagi para buangan; jadi sisa bangsa Yehuda dipelihara Allah (Yer. 24:5-7, bnd. Yer. 3:11-13),
(c)          Kota suci yang hancur akan dibangun kembali (Yer. 33:4-9),
(d)         Datangnya keselamatan dari Tunas Daud (Yer. 23:5ff; 30:9, 21; 33:14-18),
(e)          Janji perjanjian baru yang akan diikat YHWH dengan bangsa Israel (Yer. 31:31-34; 32:37-41).[6]
            Sehubungan dengan akan adanya harapan di dalam tunas Daud, Yeremia mengkategorikan sebagai berikut:
(a) Ia akan memerintah sebagai raja.
(b) Ia akan berlaku bijaksana; bahwa raja yang akan datang adalah raja yang takut akan Allah, yang berbeda dengan raja-raja masa itu (Yer. 10:21).
(c) Dia disebut sebagai keadilan yang memenuhi tugas sesuai dengan perintah ilahi.
(d) Ia akan melaksanakan teori dan praktik hukum serta keadilan di atas bumi.[7]
            Para nabi menatap ke depan, kepada saatnya Allah Israel yang berulang-ulang memperdulikan umat-Nya dalam sejarah mereka. Akan mengindahkan mereka untuk menghukum orang fasik, melapaskan orang-orang benar dan untuk menyucikan bumi dari seluruh kejahatan. Hari Tuhan dengan ungkapan lain ”pada hari itu” mengartikan kepedulian Allah, dan lebih menekankan sifat kejadian itu daripada waktunya. Justru hari Tuhan berarti kepeduluan Allah yang sudah terjadi dalam sejarah (Amsal 5:18; Yoel 1:15) maupun kepedulian terakhir pada akhir zaman (yoel 3:14, 18; Zef 3:11, 16; Za 14:9). Pada hari yang terakhir Allah akan datang untuk mendirikan kerajaanNya. (Yesaya 2:2-4, Hosea 3:15).
            Beberapa pribadi bersifat mesianis tampil dalam rangka pengharapan akan perjanjian lama seorang raja dari keturunan Daud (Yes 9:6-7), seorang hamba yang menderita (Yes 53), yang turun dari sorga (Dan 7:13-14) akan tetapi sering kali bahwa yang disangka datang itu adalah Allah sendiri untuk membebaskan umatNya (Yes 26:21; Mal 3:1-2).[8]
            Menurut Mowinckel dalam buku Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama ia mengatakan Asal-usul gagasan adanya mesias dapat ditelusuri dengan gagasan raja yang ilahi. Pengharapan mesias itu timbul karena pengalihan gambaran raja keturunan Daud yang ideal pada masa raja-raja masa yang akan mendatang. Para nabi makin jelas sslangsung. Didalam beberapa bagian Perjanjian Lama sering disebutkan bahwa dinasti Daud akan abadi, tanpa menyebut nama seorang putra Daud ( 2 Sam 7:12-17; Yer 33:17; Maz 88:4, 29; Maz 18:5).[9]

III.             Analisa
Eskatologi dalam arti teologis adalah secara konkret berbicara mengenai pengharapan orang beriman akan kedatangan Allah. Orang beriman berharap kepada Tuhan (Mzm 31:25; lih 33:22; 38:16; 39:8; 42:6,12; 43:5; 130:7; 131:3). Berpuluh-puluh kali dikatakan bahwa Israel berharap kepada Tuhan. Tuhanlah “pengharapan Israel” (Yer 14:8, lih ay.22; 17:13). Bersama pemazmur, orang Israel yang saleh itu berdoa; “Engkaulah harapanku, ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa muda, ya Allah” (Mzm 71:5). Dari kutipan tersebut tampak bahwa pengharapan itu sekaligus ungkapan iman yang kuat, sebagaimana juga tampak dalam kitab Yesaya ini: “Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab Tuhan Allah itu kekuatanku, Ia telah menjadi keselamatanku” (Yes 12:2). Selain unsur kepercayaan ada juga unsur eskatologis sebab pengharapan itu “harapan untuk hari depan: (Yer 31:13; bdk Hos 12:7). Allah bukan hanya tujuan harapan, tetapi juga sumbernya: “hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku” (Mzm 62:6; lih Yer 29:11). Pengharapan ini memberikan perdamaian dan kepastian: “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut” (Mzm 46:2-3). “orang benar merasa aman seperti singa muda” (Ams 28:1).[10]
Kepastian pengharapan ini lain daripada kepastian perencanaan: :Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya”(Ams 16:9). Kepastian yang mencirikan pengharapan itu selalu berarti kepercayaan: meletakkan nasib dalam tangan Tuhan. “Mata Tuhan tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setiaNya” (Mzm 33:18; lih 40:4; Ams 14:26; 23:17-18). Dengan bertobat dan tinggal diam, kamu akan diselamatkan; dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu” (Yes 30:15). Termasuk hakikat pengharapan bahwa apa yang diharapkan itu belum dilihat. Oleh karena itu, harapan Yahudi yang sejati terungkap dalam pengakuan ini: “Aku hendak menantikan Tuhan yang menyembunyikan wajahNya terhadap kaum keturunan Yakub; aku hendak mengharapkan Dia (Yes 8:17).
Dasar pengharapan adalah kesetiaan Tuhan akan janji-janjiNya, yang terbukti dalam masa yang lampau (Mzm 105-107). Maka itu, sang nabi dapat berkata dengan mantap: “Aku ini akan menunggu-menunggu Tuhan, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan aku; Allahku akan mendengarkan aku” (Mikha 7:7; lih Mzm 42:6). Pihak yang kepadanya janji itu diberi adalah bukan pertama-tama orang perorangan melainkan dalam rangka perjanjian: segenap umat, berhubung dengan nubuat kenabian; sisa yang suci, dan baru dalam amanat apokaliptik, orang individual yang setia. Sepadan dengan itu horizon horizon janji menjadi semakin luas, sampai akhirnya mencakup seluruh kosmos dan segala bangsa. Pengharapan menjadi jembatan antara Perjajian pertama dan kedua karena dari dirinya sendiri tidak membakukan cara penampakan Allah, tetapi tinggal terbuka bagi menifestasi yang baru dan mengejutkan mengenai kasihNya yang kudus.

IV.             Kesimpulan
  1. Nubuat tentang pembuangan bangsa Israel sebagai hukuman Allah terhadap dosa bangsa pilihan itu, namun Allah berjanji untuk memulihkan atau memulangkan bangsa tersebut setelah selesai periode pembuangan.
  2. Nubuat mesianik meliputi kedatangan seorang penebus bagi  Israel dan dunia (Yes 52:13-53:12; Mi 5:1-2).
  3. Nubuat eskatologis, yakni menunjuk pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di akhir zaman ketika Mesias datang kembali untuk mendirikan Kerajaan Allah di bumi







KEPUSTAKAAN

Dister Syukur, Nico   Teologi Sistematika, (Yogyakarta: Pustaka Teologi & Kanisius).
         2004

Milne, Bruce,     Mengenali Kebenaran (Terjemahan Connie Item-Corputty),
         2003                    (Jakarta : BPK-GM).

Siahaan, SM,       Pengharapan Mesianis Dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK-GM)
        2008

Soedarmo, R,                   Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta:BPK-GM)           
        2006

Browning, WRF,               Kamus Alkitab, (Jakarta : BPK-GM)
       2007

James Orr (Peny.)     The International Standard Bible Encyclopaedia vol. II, (Grands
      1980                   Rapid-Michigan :WMB. Eerdmans Publishing, Co. Ltd.)
 
                        (Peny.)  Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Komunikasi
      2003                        Bina Kasih)



[1]  Bruce Milne, Mengenali Kebenaran, (Terjemahan Connie Item-Corputty), (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2003), hlm. 345
[2] Ibid. hlm 346
[3] William Wilson, Old Testament Word Studies; The International Standard Bible Encyclopaedia vol. II ,(Peny. James Orr)  (Grand Rapids-Michigan: MWB. Eerdmans Publishing Co. Ltd.,  1980), hlm. 977
[4] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (terj.) , (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2007), 132-133
[5] R. Soedarmo, Ikthisar Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), hal. 254
[6] S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias Dalam Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008. 27-30
[7] Ibid, hlm. 35
R. J. Bauckham, Hari Tuhan (Artikel); Dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, (Peny.                                                                                             (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2003), hlm. 286
[9] S M. Siahaan, Op Cit, hlm. 24
[10] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika, (Yogyakarta :Pustaka Teologi & Kansius, 2004), hlm. 506