1. Pendahuluan
Keluarga
adalah lembaga yang tertua di dunia. Alkitab menyaksikan bahwa Allah sendirilah
yang membentuk manusia menjadi satu keluarga. Kemudian Allah memberi ketentuan atau peraturan yang akan ditaati oleh setiap anggota keluarga, sekaligus
memperingatkan mereka untuk tidak melanggar ketentuan tersebut (Kej 2: 24; Efs
5: 22-23; 6: 1-4). Selain itu, keluarga juga dianggap sebagai sentrum kehidupan
manusia; dalam aktifitas sehari-hari setiap orang berangkat dari keluarga dan
kembali kepada keluarga dan bersedia bekerja keras juga demi keluarga.
Menurut
Soemadi Tjiptojoewono, setiap orang juga mulai belajar dari lingkungan keluarga, dan keluargalah yang pertama menikmati jika
seseorang itu berhasil dalam hidupnya. Demikian sebaliknya, keluarga jugalah
yang paling menderita dan malu, apabila seseorang dari anggota keluarganya
melakukan perbuatan yang tidak baik[1].
Pembentukan keluarga yang terjadi lewat perkawinan
memiliki fungsi-fungsi tertentu; ada fungsi reproduksi, fungsi penanaman
nilai-nilai, iman kepercayaan, dan fungsi sosial; hal ini adalah sebagai bagian
dari komunitas masyarakat. Demi kelangsungan sebuah keluarga, maka
masing-masing keluarga hendaklah mengetahui dan memahami hakikat yang
sesungguhnya dari keluarga, serta mengetahui kedudukan, serta hak dan
tanggungjawabnya masing-masing, baik dalam hubungannya dengan sesama anggota
keluarga juga bagi lingkungannya maupun gereja, bangsa dan negara dan bahkan juga
kepada Tuhan sendiri.
2. Pengertian Dan Hakekat Keluarga.
a. Pengertian Secara Umum.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa keluarga adalah
unit sosial terkecil di dalam masyarakat, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.
Tetapi Craig Dykstra, sebagaimana
dikutip oleh Thomson menyatakan: Keluarga adalah kelompok orang dengan siapa
kita berhubungan, baik sebagai orang tua, anak-anak, atau keturunan hasil
perkawinan atau adopsi[2].
Sedangkan menurut James Starhan,
keluarga adalah kelompok sosial, yaitu suatu hasil dari proses sosial di dalam
masyarakat dan merupakan unsur terkecil dalam pembentukan masyarakat[3].
Dari pengertian di atas, maka pengertian keluarga
secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu[4]:
1)
Keluarga
batih/inti (nuklear family), yaitu kelompok yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak-anak yang belum memisahkan diri dari keluarga.
2)
Keluarga besar (great
family), yaitu kelompok kekerabatan yang berdasarkan garis keturunan, yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak (baik hasil perkawinan atau yang diadopsi),
mertua, menantu, cucu, cicit dan sebagianya.
3)
Keluarga yang diperluas (Extended
family), yaitu kolega, guru, anak didik, organisasi dan sebagainya.
Namun
dalam tulisan ini yang mendapat sorotan dibatasi pada keluarga batih atau
keluarga inti.
b. Dari Sudut Teologis (Alkitab).
Dalam Alkitab, keluarga yang diawali oleh perkawinan,
disebut dengan persekutuan yang dipersekutukan oleh Allah, dan yang tidak dapat diceraikan (dipisahkan) oleh
manusia, kecuali karena kematian dan zinah (Kej 1: 27 -28; Mat 19: 5-9)[5]. Di
dalam PL, pengertian keluarga dihubungkan dengan seluruh anggota keluarga, baik
dari masa lalu hingga masa kini; yang masih hidup dan yang sudah
mati. Hal tersebut dapat digambarkan dalam garis keturunan.
Dalam hal ini William
Sheek, sebagaimana dikutip Thompson
menyampaikan suatu defenisi tentang
keluarga dalam kerangka iman, yakni: “Sebagai saudara dalam keluarga Allah,
kita menerima setiap orang sebagai keluarga tanpa membeda-bedakan, baik mereka
yang dihubungkan dengan hasil perkawinan, yang diadopsi, mereka yang bujangan
serta mereka yang hidup menyendiri atau dengan orang yang memilih menjadi
anggota keluarga lain di luar keluarga mereka sendiri”[7].
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa keluarga
merupakan pemberian Tuhan, dan Dia sendirilah sebagai pusat atau kepala
keluarga melalui Anak-Nya Yesus Kristus (Efs 5: 23 ), dan kita sendirilah (anggota keluarga) sebagai
anak-Nya yang menjadi saudara-saudari (bersaudara) di dalam Kristus (Familia
Dei).
c. Hakikat Keluarga
Hakikat keluarga adalah kesatuan dari semua anggota
keluarga dimana ayah, ibu dan anak-anak dipersatukan di dalam persekutuan yang
sesungguhnya. Masing-masing anggota keluarga merasakan bahwa mereka adalah
bagian integral (yang utuh dan tak terpisahkan)
satu sama lain; dan masing-masing mempunyai tanggungjawab demi keutuhan
keluarga itu sendiri[8].
Keluarga merupakan konteks pembentukan pribadi seseorang, namun setiap orang
yang telah dibentuk dalam keluarga juga dapat dipengaruhi oleh lingkungannya,
misalnya lingkungan sekolah, teman bermain, tempat bekerja, gereja, kelompok
masyarakat, kebudayaan, dll[9].
Khusus bagi keluarga Kristen, semua anggota keluarga
harus disucikan dan dikuasai oleh Yesus Kristus, sehingga keluarga itu menjadi taat
dan bertumbuh di dalam tangan Tuhan, yaitu sebagai pribadi yang luhur. Dengan
demikian segala gerak-gerik mereka akan ditentukan oleh kepercayaan dan
pengalaman kekristenan mereka di dalam Tuhan.
Sebuah keluarga
tidak terlepas dari kehidupan persekutuan yang lebih luas, yakni gareja dan
masyarakat. Gereja adalah kumpulan dari berbagai keluarga Kristen, yang
dipersatukan di dalam tubuh Kristus (I Kor 10: 16 -17). Keluarga sebagai anggota tubuh Kristus terbuka
kepada keluarga lainnya dengan saling menghargai dan mengasihi di antara
mereka. Dengan demikian sebagai anggota persekutuan gereja, maka setiap
keluarga harus sadar akan tugas dan panggilannya di tengah-tengah persekutuan,
yaitu dengan meneladani pekerjaan dari Tuhan Yesus sebagai kepala jemaat (Mat
25: 31-46).
Selain itu, keluarga juga tidak terlepas dari ikatan
hidup bersama anggota masyarakat lainnya. Untuk itu setiap keluarga Kristen
seharusnya menjadi “garam” dan “terang” di tengah-tengah masyarakat;
ikut serta menaati peraturan yang ditetapkan oleh masyarakat melalui para
pemimpin atau pemerintah (Rom 13: 1-7). Sebab sikap dan perilaku setiap anggota
keluarga dalam masyarakat adalah mencerminkan keadaan keluarga tersebut di
hadapan Tuhan.
3. Tangungjawab Masing-masing Anggota Keluarga
a. Tangungjawab Orang Tua (Ayah Dan Ibu)
Secara umum tugas dan tanggungjawab orang tua (ayah
dan ibu) di dalam keluarga, menurut J.
Verkuyl ada tiga hal, yakni:[10]
1). Mengurus
keperluan jasmani anak-anak
Salah
satu tugas orang tua yang paling mendasar adalah mengurus keperluan jasmani
anaknya. Orang tua bertugas memperhatikan kebutuhan fisik anak-anaknya seperti
memberi makan, pakaian, tempat tinggal, dll.
2). Menciptakan
suasana at home bagi anak-anak
Setiap
orang senantiasa berusaha menciptakan suasana kemesraan, kasih sayang,
keramahtamaan dan keamanan bagi keluarga khususnya bagi anak-anak.
3). Penyelenggara
Pendidikan bagi anak-anak
Mendidik
anak-anak ke jalan yang benar, baik melalui pendidikan jasmani dan rohani. Yang
paling pokok dalam hal ini adalah paidia kuriou, artinya
pendidikan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus dengan perantaraan orang tua. Ayah
dan ibu mengajar dan mendidik anak-anak di bawah pimpinan dan pengawasan Tuhan
sesuai dengan Firman-Nya, agar anak-anak tersebut kelak menjadi pengikut Kristus
(bnd. Rom 8: 29; I Kor 15: 29, Efs 5: 22-25)
Menurut Andar
Ismail, orang tua mempunyai tugas dan tangungjawab rangkap, yaitu sebagai guru dan sekaligus sebagai imam di dalam keluarga. Dalam hal ini
tugas orang tua adalah mendidik anak-anaknya melalui pekerjaan, ucapan (oral),
perbuatan (action) dan hidup keteladanan (spiritualitas)[11].
Secara khusus tangungjawab seorang ayah
selain bertindak sebagai kepala rumah tangga, juga bertanggungjawab
mencari nafkah untuk seluruh anggota keluarga, membimbing dan mengarahkan serta
melindungi keluarganya, serta berusaha menciptakan suasana kedamaian dan hidup
bersama di dalam keluarga.Sedangkan seorang ibu, selain sebagai pendamping
suami dalam tugas tersebut di atas, juga bertugas dan bertanggungjawab untuk
mengasuh dan membesarkan anak-anak, memberi nasehat dan menghibur setiap
anggota keluarga. Selain itu, seorang ibu juga bertugas untuk mengatur keuangan
keluarga dan ikut serta menjaga ketenteraman dalam keluarga[12].
Dengan melaksanakan tugas dan tanggungjawab tersebut di
atas, maka orang tua telah melaksanakan dan merealisasikan tugas dan
tanggungjawab (mandat) yang diberikan Allah sesuai dengan Firman-Nya.
b. Tanggungjawab anak.
Kewajiban dan tangungjawab seorang anak adalah menaati dan menghormati orang tua. Menghormati dapat direalisasikan dengan
berbagai cara, misalnya dengan mengakui dan menghargai wibawa orang tua,
mengakui bahwa mereka (orang tua) telah ditugaskan Allah untuk mendidik setiap
anak dalam keluarga; mendengarkan dan melihat motivasi positif di balik nasihat
dan larangan orang tua, mengakui dan memaklumi kelemahan dan kekurangan mereka,
sekaligus mengakui keunggulan (dalam bidang pengalaman) mereka dan sebagainya[13].
Dengan melakukan hal-hal tersebut di atas, maka seorang anak juga telah
melaksanakan dan merealisasikan Hukum Tuhan,
Hormatilah ayah dan ibumu, supaya engkau berbahagia dan lanjud umurmu di tanah
yang diberikan Tuhan, Allahmu kepadamu (Kel 20: 12).
4. Masalah Dan Alternatif Pemacahan Masalah Dalam
Keluarga
a. Masalah-masalah
Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, setiap
keluarga selalu diperhadapkan dengan tantangan dan hambatan, baik yang berasal
dari dalam maupun dari luar keluarga itu sendiri. Beberapa di antaranya adalah:
1). Kurangnya
komunikasi dalam keluarga.
Hal
ini sering terjadi karena setiap anggota keluarga sibuk dengan urusan
masing-masing, sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berkumpul
bersama, sebab masih banyak keluarga yang sama-sama kerja namun tidak bekerjasama.
Keadaan seperti ini dapat menimbulkan disharmoni dalam keluarga, dan bahkan sangat
berpotensi menimbulkan keretakan dan perpecahan dalam keluarga.
2). Pembagian peranan dalam keluarga yang tidak
seimbang.
Di dalam
keluarga pada umumnya ibu ditempatkan untuk mengurus anak. Apabila si anak menjadi
“nakal/pemberontak”, maka Si-ibulah yang paling sering dipersalahkan. Akan tetapi jika si anak sukses, seperti
menjadi “sang juara”, maka biasanya sang ayah-lah yang akan dipuji (“anak siapa dulu dong…!”).
Di sini tampak seolah-olah tanggung jawab mengurus anak dan rumah tangga
hanyalah menjadi tanggungjawab ibu, sementara ayah tidak (kecuali jika anak
berhasil). Sebenarnya si anak akan bertumbuh dengan baik, jika ayah maupun ibu
secara bersama-sama bertanggungjawab terhadap pendidikan dan pembentukan
karakter dan kepribadian anak di dalam keluarga.
3). Kurangnya
Spiritualitas Keluarga.
Hal
ini diakibatkan oleh kurangnya penghayatan terhadap iman, dimana Yesus Kristus
sebagai sumber kehidupan. Masing-masing anggota keluarga mempunyai kesibukannya
sendiri, akibatnya keluarga tersebut tindak pernah melakukan doa bersama,
mengikuti kebaktian secara bersama-sama. Padahal Allah sendirilah sumber dari
segala yang baik dan bukan hanya atas dasar usaha manusia (Rom 11: 36 ).
4). Masalah
Ekonomi.
Keluarga
yang tidak memiliki pendapatan yang menetap, juga dapat menimbulkan keretakan
dalam keluarga. Demikian juga bila orang tua tidak dapat mengatur keuangan,
khususnya dalam hal pengeluaran. Hal ini juga berpotensi menimbulkan konflik
dalam keluarga. Masalah kesulitan ekonomi yang dihadapi keluarga juga sering untuk
mendatangkan konflik di tengah-tengah keluarga.
5). Pengaruh
dari lingkungan atau masyarakat.
Hal
ini berhubungan dengan poin yang pertama, yakni apabila dalam keluarga tidak
ada komunikasi yang baik, maka secara khusus bagi anak yang tidak mendapat
perhatian dari orang tua, akan mudah terpengaruh oleh lingkungan yang buruk;
seperti pengaruh narkoba, judi, minuman keras, kebebasan seksual, bahkan sampai
dengan tindak kriminal.
6). Pengaruh
Perkembangan IPTEK.
Dengan
hadirnya IPTEK yang telah memasuki seluruh sendi kehidupan masyarakat, juga
dapat mempengaruhi setiap keluarga, baik orang tua maupun anak-anak. Seperti berkurangnya
nilai-nilai kemanusiaan; misalnya anggota keluarga disibukkan dengan informasi
dari internet, VCD dan tempat-tempat hiburan lainnya, sehingga waktu untuk
melakukan sharing, dialog dan pendidikan dalam keluarga menjadi berkurang dan
bahkan sering terabaikan.
b. Penanggulangan
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, maka
ada beberapa langkah yang harus ditempuh:
1). Setiap anggota
keluarga harus saling terbuka dan saling memperhatikan. Dalam hal ini makna
komunikasi dalam keluarga sangat besar peranannya.
2). Perlu mengadakan
persekutuan/kebaktian dalam keluarga, yang dilakukan dalam setiap harinya,
kemudian dilanjudkan dengan sharing, merenungkan Firman Tuhan dan berdoa
bersama. Pada kesempatan ini juga setiap permasalahan diselesaikan secara
bijaksana dalam kasih dan penuh kekeluargaan. Selain itu satu keluarga juga
perlu mengikuti kebaktian secara bersama-sama di gereja.
3). Mengenai masalah
ekonomi, setiap anggota keluarga perlu dengan terbuka untuk mencari jalan
keluarnya. Orang tua hendaklah berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
seperti dengan membuat anggaran yang diperlukan untuk kelangsungan hidup
keluarga. Selain itu setiap anak juga harus diajar untuk hidup sederhana dan
menerima keadaan yang ada, jika perlu untuk mengencangkan ikat pinggang. Namun
perlu diingat pola hidup sederhana, hemat, yang dimulai dari pihak orang tua,
tentu sangat berpengaruh terhadap anak.
4). Untuk mengatasi
pengaruh lingkungan dan perkembangan IPTEK, maka orang tua perlu memberi waktu
dan perhatian yang cukup pada setiap anak. Orang tua hendaklah
berusaha untuk menciptakan suasana penuh kasih sayang di tengah-tengah
keluarga. Orang tua perlu menerangkan apa akibat yang ditimbulkan oleh
penyalahgunaan IPTEK dan obat-obat terlarang bagi kehidupan manusia. Dengan memperhatikan
hal-hal tersebut di atas, maka setiap anak di dalam keluarga diharapkan akan dapat
bertumbuh menjadi seorang yang dewasa
iman, yang tangguh dan yang tidak dapat diombang-ambingkan oleh roh-roh
zaman.
5. Kesimpulan
a. Keluarga adalah
unit terkecil dalam masyarakat, keluarga berfungsi sebagai tempat dan
lingkungan pembelajaran yang pertama bagi setiap orang, baik yang berhubungan
dengan pembentukan rohani, fisik dan emosi para anggota keluarga; bahkan guru
yang pertama bagi setiap anak adalah orang tua.
b. Setiap anggota
keluarga harus benar-benar memahami kedudukannya serta apa yang menjadi hak dan
kewajibannya (tangungjawabnya) di tengah-tengah keluarga, dan juga di luar
keluarga itu sendiri. Sesuai dengan kesaksian Firman Allah, adapun peraturan
Allah terhadap setiap anggota keluarga dapat diringkaskan sebagai berikut:
-
Peraturan Allah kepada anak, dalam
hubungannya terhadap orang tua adalah: ketaatan dan menghormati orang tua (Kel
20: 12 ; Kol 3: 20 ).
-
Peraturan Allah kepada orang tua, dalam
hal hubungannya terhadap anak adalah: mengasihi,
menertibkan dan mendidik atau mengajar anak dalam terang Firman Tuhan
(Ul 6: 6-9; Yos 24: 15.b; Efs 6: 4; Kol 3: 21; Ibr 10: 26-27,30-31; 12: 5-8).
-
Sedangkan peraturan Allah dalam hal
hubungan antara suami dan istri adalah, Isteri harus tunduk kepada suami seperti kepada Tuhan (Efs 5: 22 ). Namun sebaliknya suami harus mengasihi isteri, sebagaimana Kristus
telah mengasihi jemaat-Nya dan telah
menyerahkan diri-Nya (Efs 5: 25 ).
- Peraturan
Allah dalam hal hubungan antara sesama anak, adalah hidup rukun (Maz 133: 1-3).
c. Dalam menjalankan
tugas dan tanggungjawab masing-masing, setiap anggota keluarga harus menyadari,
bahwa tugas tersebut adalah mandat atau amanat yang datang dari Tuhan Yesus, dan kelak akan dipertanggungjawabkan
di hadapan-Nya. Setiap anggota keluarga hendaklah melaksanakan fungsinya di
tengah-tengah keluarga dengan rasa suka cita, tulus, murni, merdeka serta rela
berkorban dan bukan dengan paksaan, sebagaimana teladan yang diberikan Yesus
Kristus.
d. Dalam
keluarga, sebaiknya/perlu disediakan waktu bersama untuk berkumpul dan
berkomunikasi di antara anggota-anggota keluarga. Waktu berkumpul ini adalah
waktu untuk saling berbagi rasa dan
saling mendengarkan pengalaman-pengalaman hidup masing-masing anggota keluarga.
Sekecil apapun cerita pengalaman seorang anggota keluarga akan menjadi indah
jika hal itu diketahui bersama. Dan sebaliknya, seberat apapun permasalahan
yang dialami salah satu anggota keluarga, akan terasa ringan jika ditanggung
bersama. Waktu bersama itu dapat menjadi kesempatan untuk saling mengingatkan,
menasehati dan saling menguatkan satu terhadap yang lain.
Syarat
dari komunikasi yang baik adalah kesediaan untuk mendengar. Hal ini untuk
sementara terasa sulit bagi orang yang tidak terbiasa, karena masih ada
beberapa orang tua yang terbiasa berbicara dengan nada memberi komando,
menasehati, menegur dengan kekerasan. Kesediaan ini mesti datang dari perasaan
kasih, mengasihi antara seorang terhadap yang lain. Tanpa upaya mendengar ini, yang
timbul adalah sikap acuh tak acuh, “mendengar” tetapi tidak mendengar.
Kesediaan
mendengar dimulai dalam hubungan antara ayah dan ibu, anak dan orang tua, dan anak
dengan sesama anak. Orang tua tidak perlu merasa berkuasa atas diri anak, dan
karenanya berhak mengatur segala sesuatu dalam kehidupan si anak.
Anak-anak juga perlu didengarkan, sebab anak
bukanlah robot yang dapat dibentuk dan digerakkan sekehendak hati orang tua. Pada
akhirnya makna komunikasi yang dialogis dalam keluarga sangat berpotensi tumbuhnya
suatu keluarga yang sehat dan bahagia.
[1]
Soemadi Tjiptojoewono, Pengantar Pendidikan, (Surabaya:
University Press IKIP, 1995), hlm. 225.
[2]
Lih. M.L. Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan, (Jakarta : BPK-GM, 2000), hlm. 28.
[3] J.
Strahan, “Family”, dalam Encyclopedia of Religion and Ethics, Vol V,
J. Hasting (ed), (New York: Charles Scribner’s Sons, 1995), hlm. 723.
[4]
Band. A.G. Pringgodigdo (ed), Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta:
Kanisius, 1997), hlm. 544.
[5]
Bnd. G.Lindsay, Marriage, Divorce And Remmariage, Christian For The
Nations, (USA: tp, 1976), hlm.
12.
[6] D.W.B.
Robinson, “Keluarga, Rumah Tangga”, dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini,
Jilid I; J.D. Douglas (ed), (Jakarta:
YKPK, 1997), hlm. 536-539.
[7]
Lih. M.L. Thompson, Op-Cit, hlm. 28.
[8]
E.G.Homrighausen & I.H. Enklar, Pendidikan Agama Kristen,
(Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1995), hlm. 144-145.
[9]
M.L. Thompson, Op-Cit, hlm. 11.
[10]
J. Verkuyl, Etika Kristen: Seksuil, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1993),
hlm. 174-189.
[11]
Andar Ismail, Selamat Ribut Rukun, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1997), hlm.
90-92.
[12]
J. Verkuyl, Op-Cit, hlm. 169-173.
[13] Ibid,
hlm 190-197, bnd. Andar Ismail, Op-Cit, hlm. 58-61.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar